Kamis, 08 Desember 2011

Perjalanan kecil ke Siberut

Awal bulan November 2011, mungkin salah satu periode waktu yang bersejarah buat gue, karena pada saat itu gue akhirnya bisa menginjakkan kaki di Pulau Siberut. Pulau yang ku kenal pertama kali lewat sebuah pelajaran biogeografi dulu saat kuliah. Pulau Siberut merupakan pulau terbesar di Kepulauan Mentawai. Selain Pulau Siberut, terdapat empat pulau besar di Mentawai yaitu Pulau Sipora, Pulau Pagai Utara dan Pulau Pagai Selatan. Pulau Siberut merupakan  habitat empat primate endemic yaitu Bilou atau siamang kerdil (Hylobates klosii), Joja atau lutung Mentawai (Presbytis potenziani), Simakobu (Simias concolor) dan Bokoi (Macaca pagensis).
Keunikan pulai ini adalah pada masyarakatnya yang masih lekat dengan budaya aslinya dan berbeda secara kultural dan bahasa dengan masyarakat Minagkabau (Sumatera Barat daratan). 




Perjalanan singkat ini sebenarnya bukan bertujuan untuk eksplorasi kawasan melainkan hanya perjalanan dalam rangka menghadiri Pelatihan KAP (Knowledge, Attitude and Practice) survey yang disleengarakan oleh Fauna&Flora International west Sumatra Project dan Perkumpulan Siberut Hijau (PASIH). Diluar kegiatan pelatihan itu, tak banyak hal yang bisa saya laukan disana karena hujan yang terus mengguyur Pulau Siberut.
Perjalanan saya dimulai dari pelabuhan Muaro Padang dengan menggunakan kapal kayu bertingkat dua. Pada awalnya saya agak kaget dengan suasana kapal ini karena pada lantai satu kapal ini nampak seperti pasar karena macam dan banyaknya barang yang ditumpuk di lantai ini. Di lantai dua, suasana agak berbeda karena di lantai ini terdapat kamar-kamar penumpang. Kama penumpang ini memiliki 4 sampai 6 tidur bertingkat dua. Namun tidak semua penumpang mendapatkan kamar, mereka yang tidak mendapatkan kamar akan tidur di lantai dan dimana saja ada space untuk merebahkan diri.
Walau kapal terasa sagat penuh, namun perjalanan ini cukup nyaman karena gelombang laut yang cukup tenang. Hanya susahnya jika kita ingin ke kamar kecil atau keluar Karena banyaknya orang yang tidur di lantai sehingga  harus melangkahi orang-orang yang tidur tersebut.
Selepas Subuh,kami tiba di Pulau siberut, tepatnya di desa Meilepet. Ddisambut pemandangan pelabuhan dan pantai yang sangat memukau. Suasana yang tenang, langit yang indah dan pemukiman yang berjajar rapui di tepi jalan merupakan pemandangan yang tidak setiap hari dapat kita rasakan.  
Namun, sekali lagi karena terbatasnya waktu dan cuaca yang tidak mendukung hanya sebagian kecil Pulau Siberut saja yang saya dapat nikmati. Saya hanya sempat berjalan-jalan melewati perkampungan Puro, Meilepet, Pasar Muara Siberut dan pemukian lainnya.  Saya bisa melihat Uma yaitu rumah panjang tempat satu klan/keluarga tinggal dan prinsip orang mentawai yang sangat egaliter. Di Mentawai walaupun memiliki beberapa suku namun tidak ada Kepala suku seperti banyak suku bangsa di Indonesia. Dalam melakukan musyawarah setiap orang memiliki suara yang sama dan setara. Orang yang memiliki pengaruh adalah Sikerei atau dukun penyembuh yang memiliki kemampuan untuk menyembuhkan melewati upacara spiritual.
Selain itu saya juga sangat terkesan dengan teman-teman LSM PASIH yang sangat berdedikasi dalam melakukan kegiatan-kegiatan konservasi di Siberut. Di desa Meilepet, PASIH memiliki kebun percontohan yang sangat sukses dan mengaplikasikan beberapa kegiatan peternakan, perikanan dan aplikasi bio gas untuk memasak yang sangat bagus. Untuk mengetahui kegiatan PASIH lihat di 

Mungkin tidak banyak yang mampu saya tuliskan namun yang pasti aka nada saatnya lagi untuk saya kembali ke Siberut..  Semoga. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar