Jumat, 28 Mei 2010

Untuk Rea

Di sisa kata yang mampu kuucapkan ini, aku hanya ingin menancapkan sebuah malam berbingkai reruntuhan senyum dan bayangan. Sebuah malam indah dalam gulitanya yang mengendapkan semua suara, yang merangkak diantara belantara detik menuju hampa. Sebuah malam sang Bandung Bondowoso yang tak ingin segera berakhir.

Maka rebahlah disini, di tikar bianglala senja yang telah menghilang ini dan lihatlah dengan terpejam segala yang tak pernah nampak. Disini kita tak mendendangkan nada hanya bunyi dan kata-kata.
Di sana di balik bayangan anyaman awan itu ada sesuatu yang ingin diketahui dengan diam.

Disana ada satu masa yang berlangsung di luar waktu dimana rasa, warna dan suara akan kehilangan eksisitensinya. Semuanya melebur menjadi hening. Sedangkan ruang akan serupa gelombang, saling terlipat namun tak berdesakan dimana aku, kamu dan mereka ternyata hanya satu rupa dalam senyap.

Dari kedalaman kosong yang tak hendak putus ini, melompatlah dari setiap helaan nafasmu. Rasakan ya rasakanlah sesuatu yang asing, tak terkenali namun indah ini. Resapilah kejemuan dengan tenang maka cahaya akan menjemputmu disana.
Aku kan pergi untuk bermetaformosa, menjemput bentuk baru yang selalu kurindu.
Selamat datang!!

Tuhan yang kesepian di Taman kota

Tuhan yang kesepian memanggilku bercakap
di taman kota.


Malam di jalan kehabisan pejalan,
menjaga kami dari kantuk. 



Karena kami harus terus terjaga,
kalau-kalau mimpi rakyat terlepas,
saling berkumpul mengadukan perlakukanku
kepada Tuhan. 



Ini bisa runyam.

Aku harus bisa mengantisipasi,
jangan sampai Tuhan tahu.


Dia itu sosoknya tak terduga,
biasanya mihak rakyat kecil.


dan Tuhan kalau kesepian 
permintaannya bisa macam-macam
sampai menjelang pagi.

Kamis, 27 Mei 2010

pada sebuah senja

Senja di taman ini terasa lebih manis di akhir bulan maret ini. Bunga-bunga terlihat begitu angun dan menikmati cumbuan kumbang dan kupu-kupu. Sedangkan langit tampak meneduhkan dengan semburat oranye dan lembayungnya.
Di bangku taman yang terletak di sudut timur, duduklah ketiga orang pria yang entah bagaimana mereka bisa duduk bersama disana. Orang di sebelah kanan adalah seorang lelaki muda berumur 20-an dengan rambut panjang dan kacamata. Di tengah adalah seorang lelaki dengan kaus singlet dan asap rokok yang tak henti-hentinya mengepulkan racun ke udara dengan tatapan muka terus menengadah ke langit.. Sedangkan pria ketiga yang duduk di sebelah kiri adalah pria gemuk dengna muka kekanakan dan asyik mengunyah sesuatu di mulutnya.
“ Ah sebuah senja yang indah….” Gumam lelaki bersinglet.
“ ya akan lebih indah jika tak kau kotori langit ini dengan asap rokokmu bung” sahut lelaki gondrong.
“ ah.. kau mulai seperti manusia di seberang pagar itu selalu merepotkan diri dengan hal-hal kecil. Lihatlah indah senja yang besar itu dan nikmati kebebasan ini” kata lelaki bersinglet.
“Kebebasan apa? Nyatanya sekarang aku tak bebas dari asap rokokmu yang berembun di kaca mataku” sahut si gondrong dengan ketus.