Rabu, 09 Februari 2011

Hanya Amnesia

00:19, belum tidur di taman, lidah terasa menebal dan berasa asin, sebuah jamuan tanpa lilin yang menyentuh.

Setelah bergelas kopi tanpa gula pun ludas,ku harap tiada lagi yang akan tersisa disana, walapun harus sekali lagi menatap gelap mencari bayangan kata-kata. Wangi belum juga mau pudar setelah bertahun bercumbu dengan senyap, berganti-ganti, berubah-ubah, saling menjilat  meniti jalan yang ternyata hanyalah jembatan es yang kian meleleh.
Siapa lagi yang dapat menerka datangnya kegelapan mutlak tanpa peringatan sangkakala? Aku mampu. Lewat mimpi. Gemuruh 2000 mil dari tiada menuju mengapa. Dari gelap pada akhirnya tak juga mampu menuju terang bahkan melompat ke dalam jurang. Akankah harus kusebut lagi namaMu disini?
Mungkin tiada lagi yang dapat menyebut arti bulan Juni selain aku, yang terbang di bulan Oktober dan jatuh di bulan November. Walaupun  bulan di atas sana selalu sama masih sewarna perak penuh korosi. Hei, Bukankah kau yang mengajariku cara menghias pelangi yang kian memucat dan meleparkan kuas ke dalam senja, dimana aku memilih oranye dari pada ungu. Bukankah kau yang mengajariku merapal mantra untuk merubah arah angin di tepian lapangan bola kala itu. Lupa??

ah, aku kira hanya amnesia.


00:47, angin taman mencoba mengusirku agar pulang dan terlelap tidur.